Mahasiswa Program Doktor PAI Ikuti Visiting Lecturer dari University of British Columbia

Program Studi (Prodi) Doktor Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Sunan Kalijaga mengirimkan 3 mahasiswanya untuk mengikuti kegiatanVisitingLectureryang diadakan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Rabu, 29 Oktober 2025. KegiatanVisitingLectureryang berlangsung mulai pukul 08.00 hingga 12.00 ini mengangkat tema ”Culture, Cognition+Creativity: Thinking Ahead of Artificial Intelligence” yang bertempat di lantai 4 Fakultas Kedokteran UIN Sunan Kalijaga. Kegiatan dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga. Dalam sambutannya Prof. Dr. Sigit Purnama, M.Pd menyampaikan bahwa percepatan dari perkembangan kecerdasan buatan harus disikapi oleh mahasiswa dengan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, untuk mendorong kemampuan kemampuan berpikir kritis mahasiswa, FITK menyelenggarakan kegiatanVisitingLecturerdengan mengahadirkan pakarHumanDevelopmentdari The University of British Columbia, Kanada, Dr. Claire AlKouatli.

Dalam paparannya, Dr. Claire AlKouatli menyampaikan keterkaitan antara budaya, kognisi, dan kreativitas dalam membentuk manusia yang berkarakter di era kecerdasan buatan. Pada sesi pengantar, Dr. Claire memaparkan realitas digital saat ini dibandingkan dengan perkembangan siswa. Beberapa poin yang dipaparkan Dr. Claire berkenaan dengan problem digital saat ini antara lain: (1) Peningkatan waktu pemakaian gawai di remaja awal yang berakibat pada penurunan kinerja akademik dan kapasitas memori kerja yang menurun , penurunan rentang perhatian dan kontrol kognitif, dan perubahan struktur di wilayah otak yang berkaitan dengan perhatian dan fungsi kognitif. (2) Resiko emosional dan sosial yang terdiri dari: perundungan maya, media sosial yang meningkatkan kecemasan, depresi, dan kesulitan perhatian, desain berbasis penghargaan yang berdampak pada respon neuroki,ia anak-anak dan regulasi perhatian, pola pencarian penghargaan adaptif yang salah dan disregulasi perhatian, dan waktu pemakaian gawai yang menyebabkan penurunan aktivitas fisik dan interaksi sosial.

Lebih lanjut Dr. Claire memaparkan terkait 3 domain diluar AI yaitu:intelek kita yang memiliki koneksi ke alam spiritual, emosi kita, dan perwujudan kita yang masing-masing memiliki cara berpikir yang unik. Dr Claire manampilkan sebuah diagram yang mengilustrasikan 6 domain manusia yang mencakup jiwa (ruh), diri (nafs), sifat (fitra), kognisi (‘aql), emosi (qalb), dan tubuh (jism). Selanjutnya dijelaskan oleh Dr. Claire bahwa terdapat 4 lanskap kognitif yang belum bisa dijangkau yaitu pemikiran refleksif, keterlibatan emosional-pengembangan, pembelajaran relasional, dam pengalaman yang terwujud. Dr. Claire menegaskan bahwa pembahasan ini merupakan sebuah meditasi berbasis bukti tentang kemampuan super manusia yang mengambil referensi dari para ahli dalam bidang Ilmu Pembelajaran dan Psikologi Islam. Dalam sesi pemaparan materi, mahasiswa juga diajak untuk memikirkan apa yang telah dibicarakan oleh narasumber dan mencatat hal-hal yang dapat digunakan dengan siswa terkait dengan pedagogi dan pendekatan penilaian.

Salah satu hal yang menarik yang dipaparkan oleh Dr. Claire adalah konsep refleksivitas. Konsep ini didefinisikan sebagai refleksi kritis dan transformatif terhadap diri sendiri. Proses ini melibatkan dialog internal dan pertanyaan kritis terhadap diri sendiri, yang mengarah pada tindakan yang disengaja berdasarkan dialog tersebut. Refleksivitas dianggap melampaui metakognisi karena metakognisi saja tidak cukup untuk menjelaskan perubahan perilaku. Selanjutnya Dr. Claire menampilkan sebuah anekdot yang menyoroti tentang keterbatasan AI(Chat GPT) pada 2 hal yaitu nuansa dan perubahan emosi dan kritik diri. Dr. Claire kemudian mengajak para mahasiswa untuk berpikir refleksivitas dengan siswa untuk memicu refleksi siswa melalui contoh situasi sulit dan pertanyaan panduan yang terdiri dari: pikirkan situasi sulit yang pernah dialami, pikirkan orang-orang yang terlibat, apa inti masalahnya, apa yang bisa dilakukan secara berbeda, dimana letak kesalahannya, dan apa yang berada dalam kendali yang bisa diperbaiki.

Setelah mengajak para mahasiswa untuk sebuah simulasi diatas, Dr Claire menampikan sebuah diagram yang mengilustrasikan tentang lingkaran kepedulian dan lingkaran pengaruh. Diagram ini biasanya digunakan dalam pengembangan pribadi dan manahemen waktu untuk membantu mengidentifikasi dan memprioritaskan area di mana seseorang dapat memberikan damoak paling besar. Diagram ini membagi kekhawatiran menjadi tiga kategori utama yaitu hal-hal yang dapat dikontrol, hal-hal yang dapat dipengaruhi, dan hal-hal diluar kendali. Fokus utamanya adalah pertanyaan tentang apa yang mungkin diubah. Konsep ini mendorong individu untuk mengarahkan energi mereka ke arah hal-hal yangberada dalam lingkaran pengaruh atau kendali mereka untuk mencapai efektivitas yang lebih besar. Mahasiswa juga diajak untuk melakukan refleksi diri secara kritis yang disebut sebagai cermin jiwa kita. Cermin jiwa ini membantu kita mengidentifikasi kekuatan dan tantangan yang diperlukan untuk perbaikan diri, dan ini menjadi salah satu kekuatan super kita sebagai manusia.

Dr. Claire mengajak para mahasiswa untuk menjelajahi konseptazkiyat an NafsdanJihad an Nafsyang bersumber dari konsep diagram alurnya Rothman & Coyle 2018. Setelah penjelasan terkait konsep tersebut, para mahasiswa diajak untuk memahami peran emosi dalam perkembangan mental yang bersumber dari Vygotsky, 1999 yang menjelaskan tentang “Affect”. Dalam Psikologi “Affect” mengacu pada pengalaman perasaan, emosi, atau suasana hati, dan istilah ini sering digunakan dalam konteks klinis untuk menggambarkan ekspresi emosi seseorang melalui ekspresi wajah atau bahasa tubuh. Dr. Claire kemudian mengutip pernyataan dari Adele Diamond 2007 yang mengatakan bahwa “Saat pengalaman belajar dipenuhi dengan emosi positif, otak orang-orang terstimulasi untuk belajar lebih banyak”. Kemudian Dr. Claire menjelaskan tentang pembelajaran dan pengembangan sosial & emosional dengan metode SELD yaitu sebuah metodologi pendidikan yang membantu siswa memperoleh dan menerapkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap untuk mengelola emosi, mencapai tujuan, menunjukkan empati, membangun hubungan positif, dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Dalam sebuah penelitian Braun et al., 2020; CASEL.ORG menunjukkan bahwa ketrampilan sosial, emosional, dan moral siswa sama pentingnya dengan kemampuan akademik dasar 3R (Reading, Writing, and Arithmetic). SELD ini merupakan sebuah proses sistematis yang terintegrasi dalam budaya dan kegiatan sekolah sehari-hari. Dr. Claire juga menjelaskan bahwa ketrampilan regulasi emosi guru berkorelasi dengan kesejahteraan siswa. Beliau kemudian memaparkan sebuah gambar diagram yang berisi tentang pembelajaran sosial dan emosional yang mencakup 5 kompetensi inti yaitu kesadaran diri (Self-Awareness), manajemen diri (Self-Management), kesadaran sosial (Social Awareness), ketrampilan berhubungan (Relationship Skills), dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (Responsible Decision-Making).

Penjelasan dilanjutkan dengan roda emosi, yaitu sebuah alat visual untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan emosi, yang digunakan sebagai contoh untuk menanyakan perasaan seseorang saat masuk dan keluar kelas. Contoh pertanyaan yang bisa kita berikan kepada siswa yaitu: “bagaimana perasaan kamu saat memasuki kelas?”, dan “bagaimana perasaan kamu saat meninggalkan kelas?”. Beliau kemudian mengutip sebuah pernyataan dari Vadeboncoeur & Collie 2013 halaman 222 yang mengatakan bahwawe learn and develop, through emotional experience, in social relationships, with language and cultural semiotics, yang intinya adalah manusia belajar dan berkembang melalui interaksi sosial dan pengalaman emosional. Hal ini dikuatkan dengan kutipan dari Vygotsky 1987 yang menekankan pentingnya peran interaksi sosial, bahasa, dankonteks budaya dalam pembelajaran dan perkembangan anak. Dr. Claire juga menyoroti pentingnya pendidik dalam perkembangan manusia, mengajak siswa untuk berdialog agar siswa mulai berpikir dengan cara yang menyerupai prosedur penyelidikan, dan mendorong siswa untuk menemukan makna bagi diri mereka sendiri

Dr. Claire selanjutnya menegaskan bahwa pengalaman terwujud adalah bahan mentah dari kreativitas, sehingga kreativitas didefinisikan sebagai sebuah proses menggabungkan ingatan, pengetahuan, dan pengalaman yang tersimpan sebelumnya menjadi sesuatu yang sepenuhnya baru. Dengan demikian aktivitas kreatif imajinasi bergantung pada kekayaan dan keragaman pengalaman seseorang sebelumnya. Semakin kaya pengalaman seseorang, semakin kaya materi yang dapat diakses oleh imajinasinya karena pengalaman ini menyediakan bahan dari mana produk fantasi dibangun. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Vygotsky, 2004 yang membahas tentang pentingnya imajinasi dan keragaman pengalaman bagi aktivitas mental dan perkembangan kesadaran manusia. Dr. Claire mengajak mahasiswa dengan sebuah pernyataanwe need to feel the road.Sebagai seorang pendidik harus bisa mengajak siswa untuk mendapatkan pengalaman baik di dalam maupun di luar kelas. Beliau memberikan penekanan dengan 2 pertanyaan yaitu (1) bagaimana kita bisa membuat pembelajaran (di kelas) kita lebih nyata berdasarkan pengalaman; (2) bagaimana kita bisa membuat siswa menunjukkan pembelajaran secara lebihholistic. Diakhir sesi pemaparan materi beliau mengajak kita untukmerangkul landskap kemanusiaan kita yang unik dan sebuah pertanyaan “bagaimana anda meninggalkan seminar hari ini?”

Disela-sela pemaparan materi, Dr Claire juga bertanya dan meminta kepada mahasiswa untuk berbagi pengalaman terkait bagaimana cara untuk membuat anak yang aktif kesana-kemari saat proses pembelajaran berlangsung. Beberapa mahasiswa dari S1 dan 1 orang mahasiswa S3 PAI berkesempatan menyampaikan pengalamannya dalam mengkondisikan anak yang aktif saat pembelajaran. Beberapa pertanyaan kritis dari mahasiswa juga turut mewarnai perjalananVisiting Lecturerkali ini, termasuk pertanyaan datang dari Wakil Dekan 1 Bidang Akademik FITK UIN Sunan Kalijaga, Bapak Dr. Andi Prastowo, M.Pd.I yang menyampaikan pertanyaan dalam bahasa Inggris terkait dengan kapan kita memberikan pembatasan gawai kepada anak. Diskusi yang dipandu oleh Ibu Nisa Syuhda, M.Hum selaku moderator sekaligus dosen dari FITK UIN Sunan Kalijaga juga semakin dinamis, hal ini menunjukkan tingginya antusiasme dari para peserta. Melalui kegiatanVisiting Lecturerini, mahasiswa didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis agar memberikan manfaat bagi masa depan pendidikan, teknologi, dan kemanusiaan.